SOMBA OPU
Sejarah Singkat Somba Opu
Sejarah Singkat Somba Opu
Somba
Opu merupakan nama dari Benteng yang didirkan oleh Raja ke-9 Kesultanan
Makassar bernama Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada abad
ke-16, dan terdapat di muara sungai Jeneberang, Somba Opu dijadikan
sebagai benteng utama, ibukota Kesultanan Makassar serta kediaman para
Raja, dan posisi Somba Opu yang strategis dan memiliki pelabuhan yang
terbaik mendatangkan pedangan, apalagi setelah di kuasainya Malaka oleh
Portugis atau yang lebih dikenal Portugal pada tahun 1511 mengakibatkan
banyak pedagang yang berdatangan dari penjuru Nusantara, Asia, maupun
Eropa untuk berdagang di Somba Opu, mengatarkan Somba Opu menjadi pusat
serta penguasa jalur perdagang dan menjadikan pelabuhannya sebagai
pelabuhan internasional di Timur Nusantara.
Peristiwa
Somba Opu atau dalam bahasa bugis yang dikenal dengan Rumpa'na Somba
Opu atau Runtuhnya Somba Opu, terjadi dimasa pemerintahan dari Raja
ke-16 Kesultanan Makassar bergelar I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng
Bonto Mangape Sultan Hasanuddin Tuminanga ri Balla'pangkana atau lebih
dikenal dengan Sultan Hasanuddin yang diberi julukan De Haantjes van Het
Oosten yang artinya Ayam Jantan Timur oleh Belanda, karena kegigihanya
serta kehebatannya melawan Belanda.
Peristiwa
di Somba Opu melibatkan VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman
dibantu oleh Kapiten Jonker pemimpin pasukan dari maluku yang
mengabdikan dirinya kepada VOC, Kesultanan Bone di pimpin oleh Raja
ke-16 Kesultanan Bone bergelar La Tenritatta To Unru To-ri SompaE Petta
MalampeE Gemme'na Daeng Serang To' Appatunru Paduka Sultan Sa'adduddin,
atau lebih dikenal dengan nama Arung Palakka yang pada waktu itu masih
menjadi seorang Pangerang, dan Kedatuan Soppeng dipimpin oleh tiga
tokohnya yaitu Arung Bila, Arung Appanang dan Arung Belo, karena Raja
ke-15 dari Kedatuan Soppeng bernama Datu La Tenribali MatiroE ri
Adatunna sedang di asingkan ke Siang karena membantu pelarian Arung
Palakka berserta Arung Bila, Arung Appanang dan Arung Belo ke Tanah
Jawa, serta kerajaan-kerajaan kecil dari Orang Makassar dan Bugis
bersekutu untuk mengempur Kesultanan Makassar yang dipimpin Sultan
Hasanuddin yang di bantu oleh Raja atau disebut Arung Matoa ke-23
Kerajaan Wajo bernama La Tenri Lai To Sengngeng, yang berusaha
mempertahankan Somba Opu.
Didalam
gempuran tersebut Benteng Somba Opu di Gempur melalui daratan dan
diperairan, dimana di daratan dipimpin langsung oleh Arung Palakka yang
terdiri dari pasukan gabungan orang-orang Makassar dan Bugis yang
berasal dari Bone, Soppeng, dan kerajaan-kerajaan kecil, sedangkan di
perairan Armada Angkatan Laut VOC yang dipimpin Cornelis Speelman
mengempur habis-habisan Somba Opu, akibat gempuran Kesultanan Makassar
dan Kerajaan Wajo pun terdesak hingga pada tahun 1667 Kesultanan
Makassar harus bertekuk lutuk di hadapan VOC dan mendatangani sebuah
perjanjian dengan VOC yang disebut Perjanjian Bungaya atau “CappaE ri
Bungaya”, yang isinya sebagai berikut:
- Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Popo, duta pemerintah di Makassar (Gowa) dan Gubernur-Jendral, serta Dewan Hindia di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1660, dan antara pemerintahan Makassar dan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada tanggal 2 Desember 1660 harus diberlakukan.
- Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana (Cornelis Speelman).
- Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
- Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
- Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.
- Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir dari wilayah Makassar dan tidak boleh lagi diterima tinggal di sini atau melakukan perdagangan. Tidak ada orang Eropa yang boleh masuk atau melakukan perdagangan di Makassar.
- Hanya Kompeni yang boleh bebas berdagang di Makassar. Orang "India" atau "Moor" (Muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, atau Siam tidak boleh memasarkan kain dan barang-barang dari Tiongkok karena hanya Kompeni yang boleh melakukannya. Semua yang melanggar akan dihukum dan barangnya akan disita oleh Kompeni.
- Kompeni harus dibebaskan dari bea dan pajak impor maupun ekspor.
- Pemerintah dan rakyat Makassar tidak boleh berlayar ke mana pun kecuali Bali, pantai Jawa, Jakarta, Banten, Jambi, Palembang, Johor, dan Kalimantan, dan harus meminta surat izin dari Komandan Belanda di sini (Makassar). Mereka yang berlayar tanpa surat izin akan dianggap musuh dan diperlakukan sebagaimana musuh. Tidak boleh ada kapal yang dikirim ke Bima, Solor, Timor, dan lainnya semua wilayah di timur Tanjung Lasso, di utara atau timur Kalimantan atau pulau-pulau di sekitarnya. Mereka yang melanggar harus menebusnya dengan nyawa dan harta.
- Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan, yaitu: Barombong, Pa'nakkukang, Garassi, Mariso, Boro'boso. Hanya Sombaopu yang boleh tetap berdiri untuk ditempati raja.
- Benteng Ujung Pandang harus diserahkan kepada Kompeni dalam keadaan baik, bersama dengan desa dan tanah yang menjadi wilayahnya.
- Koin Belanda seperti yang digunakan di Batavia harus diberlakukan di Makassar.
- Raja dan para bangsawan harus mengirim ke Batavia uang senilai 1.000 budak pria dan wanita, dengan perhitungan 2½ tael atau 40 mas emas Makassar per orang. Setengahnya harus sudah terkirim pada bulan Juni dan sisanya paling lambat pada musim berikut.
- Raja dan bangsawan Makassar tidak boleh lagi mencampuri urusan Bima dan wilayahnya.
- Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu harus diserahkan kepada Kompeni untuk dihukum.
- Mereka yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir Makassar harus dikembalikan. Bagi mereka yang telah meninggal atau tidak dapat dikembalikan, harus dibayar dengan kompensasi.
- Bagi Sultan Ternate, semua orang yang telah diambil dari Kepulauan Sula harus dikembalikan bersama dengan meriam dan senapan. Gowa harus melepaskan seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri-negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
- Gowa harus menanggalkan seluruh kekuasaannya atas negeri-negeri Bugis dan Luwu. Raja tua Soppeng La Tenribali dan seluruh tanah serta rakyatnya harus dibebaskan, begitu pula penguasa Bugis lainnya yang masih ditawan di wilayah-wilayah Makassar, serta wanita dan anak-anak yang masih ditahan penguasa Gowa.
- Raja Layo, Bangkala dan seluruh Turatea serta Bajing dan tanah-tanah mereka harus dilepaskan.
- Seluruh negeri yang ditaklukkan oleh Kompeni dan sekutunya, dari Bulo-Bulo hingga Turatea, dan dari Turatea hingga Bungaya, harus tetap menjadi tanah milik Kompeni sebagai hak penaklukan.
- Wajo, Bulo-Bulo dan Mandar harus ditinggalkan oleh pemerintah Gowa dan tidak lagi membantu mereka dengan tenaga manusia, senjata dan lainnya.
- Seluruh laki-laki Bugis dan Turatea yang menikahi perempuan Makassar, dapat terus bersama isteri mereka. Untuk selanjutnya, jika ada orang Makassar yang berharap tinggal dengan orang Bugis atau Turatea, atau sebaliknya, orang Bugis atau Turatea berharap tinggal dengan orang Makassar, boleh melakukannya dengan seizin penguasa atau raja yang berwenang.
- Pemerintah Gowa harus menutup negerinya bagi semua bangsa (kecuali Belanda). Mereka juga harus membantu Kompeni melawan musuhnya di dalam dan sekitar Makassar.
- Persahabatan dan persekutuan harus terjalin antara para raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis (Bone), Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa-penguasa lain yang pada masa depan ingin turut dalam persekutuan ini.
- Dalam setiap sengketa di antara para sekutu, Kapten Belanda (yaitu, presiden atau gubernur Fort Rotterdam) harus diminta untuk menengahi. Jika salah satu pihak tidak mengacuhkan mediasi ini, maka seluruh sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
- Ketika perjanjian damai ini ditandatangani, disumpah dan dibubuhi cap, para raja dan bangsawan Makassar harus mengirim dua penguasa pentingnya bersama Laksamana ke Batavia untuk menyerahkan perjanjian ini kepada Gubernur-Jendral dan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran penting sebagai sandera selama yang dia inginkan.
- Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia.
- Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
- Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi sebesar 250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata.
- Raja Makassar dan para bangsawannya, Laksamana sebagai wakil Kompeni, serta seluruh raja dan bangsawan yang termasuk dalam persekutuan ini harus bersumpah, menandatangani dan membubuhi cap untuk perjanjian ini atas nama Tuhan yang Suci pada hari Jumat, 18 November 1667.
Sejak
saat itu Kesultanan Bone dan Kedatuan Soppeng berserta kerajaan lainnya
meraih kemerdekaannya atas Makassar dan sesuai dengan poin ke 18 dari
isi perjanjian, Raja ke-15 dari Kedatuan Soppeng Datu La Tenribali
MatiroE ri Adatunna, dibebaskan dari pengasingannya di Siang dan kembali
menjabat sebagai Raja di negerinya yaitu Soppeng, sedangakan Kesultanan
Bone mendapatkan seluruh kekuatan politik di Seluruh Sulawesi Selatan,
dari tangan Kesultanan Makassar, dan VOC mendapatkan hak monopolinya
atas perdaganan di Timur Nusantara.
Namun berbeda dengan Raja ke-23 dari Kerajaan Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng, pada waktu tetap ingin bertahan di Somba Opu meskipun sudah 504 korban jiwa dari pihaknya yang tewas, namun Sultan Hasanuddin menyuruh Raja Wajo tersebut untuk kembali ke Wajo, akhirnya dengan mendengar permintaan Sultan Hasanuddin,Matoa La Tenri Lai To Sengngeng sebagai Raja Wajo ke 23 meninggalkan Somba Opu dan kembali ke Wajo.
Namun perjanjian tersebut banyak merugikan pihak Kesultanan Makassar, sehingga terjadilah perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang Makassar yang dipimpin para tokoh serta Raja dari Kesultanan Makassar pada tahun 1669, namun perlawanan tersebut berhasil digagakan oleh pihak VOC, Somba Opu pun dibumi hanguskan, meriam-meriam di sita oleh pihak VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman, setelah kejadian tersebut benteng kebanggaan Kesultanan Makassar hancur, dan terendam oleh air hingga ditemukan lagi pada tahun 1980 oleh seorang ilmuwan.
PERISTIWA 1000 - 3 (997 Korban Jiwa) DI WAJO
Setelah dijatuhnya benteng Somba Opu, serta takluknya Kesultanan Gowa kepada VOC/Belanda, Raja ke-23 Kerajaan Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng yang turut membantu Kesultanan Gowa yaitu Sultan Hasanuddin dalam mempertahakan Somba Opu, kembali ke negerinya yaitu Wajo. Sementara itu Raja ke-16 Kesultanan Bone Arung Palakka berserta
rombongannya terdiri dari orang Bone dan Soppeng menuju ke Timurung
guna membahas tindakan apa yang harus dilakukan untuk Kerajaan Wajo,
dalam perjalanan menuju Timurung Arung Palakka berserta rombongannya menyerang Lamuru dan berhasil ditaklukan hanya sehari saja dan melanjutkan perjalanan ke Timurung.
Namun berbeda dengan Raja ke-23 dari Kerajaan Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng, pada waktu tetap ingin bertahan di Somba Opu meskipun sudah 504 korban jiwa dari pihaknya yang tewas, namun Sultan Hasanuddin menyuruh Raja Wajo tersebut untuk kembali ke Wajo, akhirnya dengan mendengar permintaan Sultan Hasanuddin,Matoa La Tenri Lai To Sengngeng sebagai Raja Wajo ke 23 meninggalkan Somba Opu dan kembali ke Wajo.
Namun perjanjian tersebut banyak merugikan pihak Kesultanan Makassar, sehingga terjadilah perlawanan yang dilakukan oleh orang-orang Makassar yang dipimpin para tokoh serta Raja dari Kesultanan Makassar pada tahun 1669, namun perlawanan tersebut berhasil digagakan oleh pihak VOC, Somba Opu pun dibumi hanguskan, meriam-meriam di sita oleh pihak VOC yang dipimpin oleh Cornelis Speelman, setelah kejadian tersebut benteng kebanggaan Kesultanan Makassar hancur, dan terendam oleh air hingga ditemukan lagi pada tahun 1980 oleh seorang ilmuwan.
PERISTIWA 1000 - 3 (997 Korban Jiwa) DI WAJO
(Bendera Kerajaan Wajo)
Setelah tiba di Timurung Arung Palakka dan tokoh-tokoh dari Kedatuan Soppeng, yaitu Arung Appanang, Arung Bila dan Arung Belo, sepakat
untuk menyambung tali persaudaraan yang pernah telah disepakati oleh
leluhur mereka yaitu Raja ke-7 dari Kesultanan Bone bernama La Tenri Rawe BongkangngE, Raja ke-13 dari Kedatuan Soppeng bernama La Mappaleppe PatolaE dan Raja Ke-11 dari Kerajaan Wajo bernama La Mungkace To Uddamang, yang diberi nama Perjanjian Trialiansi TellupoccoE, Arung Palakka mengirim utusannya untuk menyampaikan kepada Raja Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng, dimana isi penyampaiannya sebagai berikut "bahwa
tidakan menjadi baik Bone, Soppeng dan Wajo kecuali apabila ketiga
kembali menyambung silaturrohim dan menjalin kembali ikatan persaudaraan
yang pernah dibuat oleh leluhur yaitu Perjanjian Trialiansi TellupoccoE
di Timurung dahulu". namun meskipun Matoa La Tenri Lai To Sengngeng, selaku
Raja Wajo pada saat itu menghormati dan memahami Perjanjian
TellupoccoE, beliau tetap tidak mau menerima ajakan tersebut, karena
Bone dan Soppeng sudah bersekutu dengan VOC/Belanda untuk menyerang
Somba Opu, serta beliau tidak ingin menghianati perjanjiannya dengan Kesultanan Gowa, untuk selalu bersama sehidup dan semati, mendengar perkataan Matoa La Tenri Lai To Sengngeng, lalu utusan Arung Palakka pun berkata itulah keputusan pun yang kami pegang, namun Kesultanan Gowa telah
ambuk, maka begitu pula dengan dirimu dan Kerajaanmu, dan semetara kami
Bone dan Soppeng akan selalu tetap berjaya dan hidup.
Setelah gagal dalam negosiasi dengan pihak Kerajaan Wajo, maka di Sore harinya pula Arung Palakka berserta Arung Appanang, Arung Bila dan Arung Belo, bersama pasukannya mengempur Kerajaan Wajo, berkobarlah pertempuran tersebut selama 4 tahun, pertempuran sesama suku bugis tersebut berakhir dengan kekalahan dipihak Kerajaan Wajo dant tercatat 1000 - 3 yaitu 997 tewas yang dikenal dengan "Tellu lise'pi nasesebbu to Wajo mate" termasuk Raja Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng yang tewas tersebut, sehingga berliau diberi gelar To Sengngeng Mate ri Salekkona Pelaiyenngi musuna".
Dengan ditaklukannya Wajo maka wilayah Wajo menjadi wilayah taklukan Kesultanan Bone sampai pada masa pemerintahaan Raja ke-25 dari Kerajaan Wajo bernama Matoa La Pariusi Daeng Manyampa sekaligus menjadi Arung, baik di Amali maupun di Mampu.
Setelah gagal dalam negosiasi dengan pihak Kerajaan Wajo, maka di Sore harinya pula Arung Palakka berserta Arung Appanang, Arung Bila dan Arung Belo, bersama pasukannya mengempur Kerajaan Wajo, berkobarlah pertempuran tersebut selama 4 tahun, pertempuran sesama suku bugis tersebut berakhir dengan kekalahan dipihak Kerajaan Wajo dant tercatat 1000 - 3 yaitu 997 tewas yang dikenal dengan "Tellu lise'pi nasesebbu to Wajo mate" termasuk Raja Wajo Matoa La Tenri Lai To Sengngeng yang tewas tersebut, sehingga berliau diberi gelar To Sengngeng Mate ri Salekkona Pelaiyenngi musuna".
Dengan ditaklukannya Wajo maka wilayah Wajo menjadi wilayah taklukan Kesultanan Bone sampai pada masa pemerintahaan Raja ke-25 dari Kerajaan Wajo bernama Matoa La Pariusi Daeng Manyampa sekaligus menjadi Arung, baik di Amali maupun di Mampu.
SIKUMBANG
Merupakan pesawat serang anti gerilya
(COIN) buatan pertama buatan Indonesia yang dirancang oleh Nurtanio, merupakan pesawat
serba logam bertempat duduk tunggal yang dibuat sesuai dengan kondisi Indonesia
saat itu, pesawat perang ini diproduksi oleh LIPNUR yang merupakan cikal bakal
dari PT. Dirgantara Indonesia dan berhasil diproduksi tiga unit. Sikumbang
dengan kode X-10 dengan nomor NU-200 dibuat pada tahun 1954, sepuluh tahun setelah
Republik Indonesia merdeka.
Sikumbang adalah pesawat low-wing
monoplane mempunyai fixed tricycle undercarriage. Pilot duduk di dalam bubble
canopy dan menggunakan mesin de havilland Gipsy VI berkekuatan 200 daya kuda
dibuat untuk kepentingan Angkatan Udara Indonesia atau TNI-AU untuk melaksanakan
tugas-tugas sebagai pesawat pengintai ringan bersenjata.
Prototip pesawat berkapasitas
satu orang ini, berhasil melakukan uji terbang pada 1 Agustus 1954 dan 25
September 1957, Sikumbang-2 (NU-225) menggunakan mesin Continental O-470-A
berkekuatan 225 daya kuda, yang merupakan versi berikutnya dari (NU-200) berhasil
melakukan uji coba.
CN-235
CN-235 merupakan pesawat penumpang sipil dengan kode CN (CASA - Nusantara) atau (CASA Nurtanio) sandi Tetuka yang merupakan hasil kerja sama IPTN yang saat ini dikenal dengan nama PT. Dirgantara Indonesia, dengan CASA dari Spanyol, kerja sama dimulai sejak tahun 1980 dan prototip milik Spanyol pertama kali terbang pada tanggal 11 November 1983 sedangkan Indonesia tanggal 30 Desember 1983, dan merupakan pesawat paling sukses dipemasaran kelasnya.
CN-235 memilik beberapa Varian yaitu:
N-250 merupakan pesawat penumpang sipil Menggunakan kode N yang berarti Nusantara atau Nurtanio diproduksi dan dikerjakan di Indonesia, pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN sekarang PT Dirgantara Indonesia, pada Paris Air Show 1989, dan pada tahun 1992 pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia, Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya saat diluncurkan pada tahun 1995. Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997 yang melanda Indonesia. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu masih menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Rencananya akan dibuat empat pesawat prototipe (prototype aircraft - PA) yaitu PA-1, PA-2, PA-3, dan PA-4. Akan tetapi hanya dibuat 2 pesawat prototip saja menyusul diberhentikannya program pengembangan karena krisis ekonomi indonesia.
CN-235
CN-235 merupakan pesawat penumpang sipil dengan kode CN (CASA - Nusantara) atau (CASA Nurtanio) sandi Tetuka yang merupakan hasil kerja sama IPTN yang saat ini dikenal dengan nama PT. Dirgantara Indonesia, dengan CASA dari Spanyol, kerja sama dimulai sejak tahun 1980 dan prototip milik Spanyol pertama kali terbang pada tanggal 11 November 1983 sedangkan Indonesia tanggal 30 Desember 1983, dan merupakan pesawat paling sukses dipemasaran kelasnya.
CN-235 memilik beberapa Varian yaitu:
- CN-235-10
- CN-235-110
- CN-235-220
- CN-235 MPA
- CN235-330 Phoenix
- CN-235-10
- CN-235-200
- CN-235-300
- CN-235 ASW/ASuW/MPA
C-295
N-250 merupakan pesawat penumpang sipil Menggunakan kode N yang berarti Nusantara atau Nurtanio diproduksi dan dikerjakan di Indonesia, pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN sekarang PT Dirgantara Indonesia, pada Paris Air Show 1989, dan pada tahun 1992 pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia, Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya saat diluncurkan pada tahun 1995. Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997 yang melanda Indonesia. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono waktu masih menjabat sebagai Presiden Indonesia.
Rencananya akan dibuat empat pesawat prototipe (prototype aircraft - PA) yaitu PA-1, PA-2, PA-3, dan PA-4. Akan tetapi hanya dibuat 2 pesawat prototip saja menyusul diberhentikannya program pengembangan karena krisis ekonomi indonesia.
- PA-1 dengan sandi Gatotkaca, 50 penumpang, terbang perdana (first flight) selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995.
- PA-2 dengan sandi Krincing Wesi, N250-100, 68 penumpang terbang perdana (first flight) pada tanggal 19 Desember 1996.
MITOS DAN FAKTA SEPUTAR HIV &
AIDS
Apa itu mitos?
Mitos-mitos yang beredar di
masyarakat seputar HIV & AIDS dapat memunculkan sikap dan perilaku yang
merugikan tidak hanya buat orang lain, tapi juga diri sendiri. Misalnya,
masyarakat menjadi tidak peduli dengan isu HIV & AIDS karena dianggap hanya
akan menginfekis gologan tertentu saja.
Selain itu juga bisa memunculkan
stigma dan diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV. Mitos-mitos
tersebut muncul karena tidak terpenuhinya hak kita untuk mendapatkan informasi
yang mengenai kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk informasi tentang HIV
& AIDS.
Mitos adalah sesuatu yang
dipercayai sebagai sebuah kebenaran, namun tidak dapat dipercayai sebagai
sebuah kebenaran, namun tidak dapat dibuktikan kebenaranya mengenai HIV &
AIDS juga lepas dari isu yang muncul dari keluang pahamannya masyarakat
mengenai isu tersebut.
MITOS : Gigitan nyamuk dapat
menularkan HIV?
FAKTA : Gigitan nyamuk atau
gigitan serangan lainya tidak dapat menularkan HIV. Bahkan bila virus masuk ke
dalam tubuh nyamuk atau serangga yang mengigit atau mengisap darah, virus
tersebut tidak dapat mereproduksi dirinya dalam tubuh serangga. Karena serangga
tidak dapat terinfeksi HIV. Serangga tidak dapat menularkan ke tubuh manusia
yang digiginya.
MITOS : HIV dapat menular melalui
penggunaan alat makan bersama?
FAKTA : Tidak
terdapat bukti bahwa HIV dapat ditularkan memlalui penggunaan alat
secara bersama.
MITOS : HIV tidak dapat
ditularkam melalui jabat tangan?
FAKTA : HIV tidak ditularkan oleh kontak sehari-hari
dalam kegiatan sosial, di sekolah, atau pun ditempat kerja. Anda tidak dapat terinfeksi lantaran anda (berjabat
tangan, berpelukan, menggunakan toilet, minum dari gelas yang juga digunakan oleh
seseorang yang terkena HIV, atau berada berdekatan dengan seorang yang
terinfeksi yang sedang bersin dan batuk).
MITOS : HIV hanya menjangkiti
kelompok homoseksual dan pengguna narkoba saja?
FAKTA : Tidak. Setiap orang yang
melakukan hubungan seks yang tak terlindungi, berbagai penggunan alat suntikan,
atau diberi transfusi dengan darah yang terkontaminasi dapat terinfeksi HIV.
Bayi dapat terinfeksi HIV dari ibunya selama masa kehamilan, selama proses
persalinan, atau setelah kelahiran melalui pemberian air susu ibu.
MITOS : Kita dapat mengetahui
bahwa seseorang terkena HIV hanya dengan melihat dari penampilnnya.
FAKTA : Kita tidak dapat mengetahui
bahwa seseorang yang terkena HIV positif hanya dengan melihat penampilan
mereka. Seseorang yang terinfeksi HIV bisa saja nampak sehat dan merasa
baik-baik saja, namun mereka tetap dapat menularkan virus. Tes darah merupakan
satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi HIV atau tidak.
MITOS : Minum antibiotik sebelum
melakukan hubungan seks dapat mencegah terkena infeksi menular seksual (IMS).
FAKTA : Antibiotik digunakna
untuk mengobati infeksi, bukan untuk mengobati pencegehan IMS hanya dapat
dilakukan dengan penggunaan kondom secara konsisten dan benar ketika melakukan
seks berisiko.
MITOS : Pemakaian kondom tetap
dapat menularkan HIV
FAKTA : Ukuran HIV memang lebih
kecil dari pori-pori kondom namun HIV tidak dapat hidup tanpa cairan tubuh
manusia ( darah, cairan sperma, cairan vagina, dan ASI). Untuk menembus
pori-pori kondom, HIV harus keluar dari cairan tersebut namun itu berarti HIV
akan mati. Selama kondom digunakan sesuai dengan aturan yang benar, penularan
HIV tatap dapat dihindari.
MITOS : Terinfeksi HIV berarti
vonis mati
FAKTA : Dengan perawatan dan
pengobatan serta pola hidup sehat, orang yang terinfeksi HIV tetap dapat sehat
dan berumur panjang. ARV (Antiretrovival) adalah kemajuan penemuan pengobatan
yang mampu menekan perkembangan virus sehingga kekebalan tubuh tetap pada
posisi aman Fase AIDS dapat dicegah dengan kemampuan ARV sehingga orang dengan
HIV dapat tetap hidup sehat walaupun HIV ada dalam tubuhnya.
MITOS : Anak dari ibu yang
terinfeksi HIV pasti juga positif HIV
FAKTA : Kemungkinan penularan
dari ibu ke anak menurut adalah 25% -
40% (bukan 100%). Tapi dengan adanya program PMTCT (Prevention
Mother to Child Transmission) maka kemungkinan penularan bisa ditekan hingga
dibawah 2%. Hal ini memberikan kemungkinan besar bagi orang dengan HIV dan AIDS
untuk bisa mempunyai anak yang terbebas dari HIV.
MITOS : Terapi antiretroviral
dapat mencegah penularan HIV
FAKTA : Terapi antiretroviral tidak
dapat mencegah penularan virus ke orang lain. Tetapi dapat membantu menurunkan
jumlah virus ke tingkat yang tedeteksi, namun HIV masih tetap adalah dalam
tubuh, dan dapat ditularkan ke orang lain melalui hubungan seksual, dengan
bergantian memakai peralatan suntikan, atau melalui ibu yang menyusui bayinya.
Sumber : PKBI THE INDONESIA PLANNED PARENTHOOD ASSOCIATION Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia SEPUTAR HIV & AIDS Hal : 25 – 28.
0 komentar:
Posting Komentar